Senin, 25 Agustus 2008

Suatu Saat

Saat rapuh, Al-Quran menguatkanku. Saat tenggelam dalam kelam, Al-Quran menerangiku. Saat hilang akal, Al-Quran menuntunku.
Saat pikiran buntu, Al-Quran memberi percikan ide. Saat tulisan buntu, Al-Quran menuntun penaku.
Saat hidup sampaip dipersimpangan yang sulit, Al-Quran penunjuk arahku. Saat enggan melakukan sesuatu yang harus, Al-Quran menguatkan hatiku, meyakinkanku bahwa aku tidak akan kehilangan hatiku saat aku memberikannya.
Saat melihat gelap, saat tidak tahu apa yang akan aku hadapi, Al-Quran menguatkan keberanian untuk melangkah, menempuh apa yang seharusnya ditempuh.
Saat lelah berbuat baik dan memutuskan ingin istirahat, Al-Quran meyakinkan bahwa istirahat tidak akan menghapus rasa lelahku. Solusinya justru dengan meningkatkan perbuatan baik terus dan terus.
Saat ingin berhenti sejenak menengok ke belakang, Al-Quran mengingatkan tidak perlu aku menyesali, dosa-dosa itu dapat terhapus oleh perbuatan baik.
Dan saat mengingkari nikmat, dan menyesali sesuatu yang terlewat, al-Quran meyakinkan adanya takdir Allah, yang tidak perlu aku khawatirkan.
Saat bingung dan sendiri, Al-Quran menemani dan memberiku gambaran tentang sesuatu.
Saat ingin berhenti berkarya, Al-Quran memberitahukan bahwa pahala mengallir karena seseorang berkarya. Dan aku harus terus melangkah untuk selalu berkarya.
Saat aku menyia-nyiakan waktuku, Al-Quran berbicara padaku dengan surat Al-Ashr (Demi Waktu).

Minggu, 24 Agustus 2008

Seperti Bayi

Ini hari yang lambat. Rasa sakit mengisi sebagaian ruang dan waktu. Sebenarnya tidak ada ruginya, sebab rasa sakit dapat mendewasakan. Tapi ada sebongkah kecurigaan dalam hati. Sebuah tanya, “Jangan-jangan ada yang salah dengan rasa sakitku”, mengiang di telinga. Memang tidak bisanya hati ini merasa sakit, dan tidak biasanya sebuah perasaan sampai berakibat lepas kontrol. Wajar jika curiga itu muncul.
Ujian di solo pos, hanya sepenggal kisah yang akan berlalu. Diterima bekerja, mendapat gaji, bukan segala-galanya, toh rejeki sudah diatur dan aku masih hidup. Menjadi wartawan juga bukan segala-galanya. Toh menulis bebas dilakukan siapa saja. Hanya saja, kegagalan berarti sebuah siksaan. Nurani ini tidak segan-segan menjatuhkan hukuman berat menyiksa. Hal inilah yang tidak ingin terasakan. Ditambah lagi melihat semua orang berhasil, hanya semakin menunjukkan ketidakmampuanku?
Semua yang menimpa, termasuk kegagalan yang datang, telah menggaris dalam takdir. Mau tidak mau, aku mau bersyukur. Mau tidak mau semua akan berlalu. Dan lagi, keberhasilan juga telah jelas tergaris dalam perjalanan. Keberhasilan tak dapat luput, keberhasilan tak dapat ditolak. Mau tidak mau aku bersyukur. Mau tidak mau aku berlalu.
Mampu merangkai kata—kuharapkan—menjadi sebuah takdir. Sebuah karya tulis yang indah, mungkin juga ilmiah, dapat saja lahir dari tanganku. Kelak, jika semua itu tergaris, mau tidak mau aku temui. Amin.
Kepercayaan diri, perasaan mampu melakukan sesuatu, perasaan memiliki, juga kuharap ada dalam takdirku. Mungkin, tapi saat ini siapa yang tahu? Hanya Allah yang Maha Tahu. Saat aku menoleh berpaling pada sesuatu, maka sesuatu yang lain akan menghilang.
Aku selalu kehilangan sesuatu. Sesuatu datang dan hilang. Namun bukan berarti tidak pernah ada sesuatu yang kumiliki. Banyak hal yang kuraih. Namun hakekatnya Allah Yang Memiliki.
Sesuatu yang aku anggap berharga, dan aku cintai pergi tanpa dapat kucegah. Betapa inginnya aku menahannya. Namun aku tak kuasa melepas kepergiannya.
Mungkin inilah yang menyebabkanku tak percaya pada kepemilikan. Hal ini pula telah melukai hatiku begitu dalam. Tapi justru lahir dari luka tersebut kedewasaan dan kelembutan sebuah hati.
Aku memang kehilangan sesuatu. Kehilangan telah digariskan menjadi takdirku. Namun dibalik itu, datang sesuatu sebagai gantinya. Sesuatu yang mungkin lebih berarti. Keraguanku terhadap kelebihan itu hanyalah karena kebodohanku belaka. Tidak ada yang luput, pada takdir yang telah tergaris.
Pertanyaan apa yang tepat untuk diajukan. Sebelum itu perlu dipercaya kata-kata yang keluar dari hati adalah sebuah mutiara yang berharga. Harus dipercaya aktifitas berfikir, bertanya, mencari, memahami adalah aktifitas ibadah kepada Allah, berpahala dan berbuah surga.
Semua yang tampak akan lebih bermakna saat dirangkai dengan pertanyan apa, bagaimana, mengapa, dimana kapan. Namun semua yang dapat dipahami akan lebih bermakna jika dapat terangkai dengan baik. Sepertinya fakta-fakta ini merupakan sebuah poptongan-potongan puzzle yang perlu dirangkai?
Segala sesuatu bisa dilihat, dipahami dari sudut pandang tertentu. Mencoba dan gagal adalah jalan yang harus di tempuh sebelum menemukan sudut pandang yang tepat. Manusia hanya bisa berusaha, Allah-lah yang menentukan. Berusaha di sini sama maknanya dengan mencoba. Manusia hanya bisa mencoba. Dalam mencoba, ada dua kemungkinan: gagal dan berhasil. Berada dalam kemungkinan bukan sesuatu yang mudah. Kesabaran seseorang diuji di sini. Daya tahan seseorang berada dalam wilayah kemungkinan menunjukan luas kesabarannya.
Selalu menerka, berasumsi, dan gagal, adalah takdir manusia. Mengapa bayi sangat cerdas. Sebab barangkali bayi tidak pernah berhenti, bayi terus mencoba, terus berhasil, terus gagal dan terus mencoba.
Bayi melakukan sesuatu dengan sepenuh hati. bayi tak pernah berhenti belajar. Bayi tak pernah berhenti melakukan sesuatu. Bayi tak pernah berhenti berfikir. Bayi tak pernah berhenti menginginkan. Bayi tak pernah berhenti mencoba. Bayi tak berhenti pada kegagalan.

Jumat, 22 Agustus 2008

Penguasa

Malaikat Dicipta dari cahaya (Nur)
Iblis Dicipta dari api yang sangat panas
Adam Dicipta dari lumpur hitam
Adam bisa menyebutkan nama-nama benda di bumi
Adam Dicipta untuk menjadi kholifah di Bumi
Malaikat protes karena manusia makhluk yang menumpahan darah saudaranya
Malaikat tetap bersujud (hormat) kepada Adam
Iblis enggan bersujud karena dirinya dari api dan lebih dulu Dicipta
Iblis Dikutuk, Diusir dari surga
Iblis memohon penangguhan ajal sampai hari kiamat
Iblis bertekad menyesatkan anak turun Adam
Gunung menolak menjadi kholifah (pemimpin)
Langit menolak menjadi kholifah
Semua makhluk menolah menjadi kholifah karena takut berkhianat
Manusia menyanggupinya
Manusia lemah dan bodoh
Manusia dikaruniai akal